Kamis, 13 April 2017

Kejujuran Nabi Muhammad Dalam Berdagang


Walau wilayahnya gurun pasir yang tandus, tetapi letak jazirah Arabia sangat strategis, berada pada posisi pertemuan tiga benua; Asia, Afrika dan Eropa. Hal ini dimanfaatkan penduduk untuk berdagang. Pasar Ukaz di Makkah menjadi pusat perdagangan seluruh Arab, menjadi stasiun perhubungan antara Dunia Timur dengan Dunia Barat, antara Yaman di selatan dan Syam di utara, hingga Persi dan Ethopia di Afrika. Salah seorang dari pedagang itu adalah paman Nabi, Abdul Muthalib yang bertanggungjawab memelihara Muhammad sejak usia delapan tahun.


Walau Abdul Muthalib cukup disegani masyarakat Quraisy, tetapi dari segi kehidupannya jauh dari berkecukupan. Untuk meringankan beban pamannya, Nabi sering mengikuti kegiatan pamannya berdagang, kadang-kadang hingga ke negeri yang jauh seperti Syam (Syria sekarang). Mengikuti kafilah dagang hingga Syam ini sudah dilakoni Nabi waktu beliau masih usia 12 tahun. Tidak seperti pedagang pada umumnya, dalam berdagang beliau dikenal sangat jujur, tidak pernah menipu baik pembeli maupun majikannya. Beliau pun tidak pernah mengurangi timbangan ataupun takaran. Nabi juga tidak pernah memberikan janji-janji yang berlebihan, apalagi bersumpah palsu. Semua transaksi dilakukan atas dasar sukarela, diiringi dengan ijab kabul.

Karena kejujurannya tersebut serta integritasnya yang tinggi, beliau di beri gelar al-Amin yaitu orang yang terpercaya atau orang yang bisa dipercaya. Kejujuran Muhammad (belum jadi Nabi) dalam berdagang ini menarik perhatian seorang pedagang kaya raya yang juga janda bernama Siti Khadijah. Ia meminta kesediaan Muhammad untuk memutarkan modal yang dimilikinya. Kepercayaan yang diberikan Khadijah tidak disia-siakan oleh Muhammad, terbukti beliau berhasil melipatgandakan kekayaan Khadijah.

Selanjutnya hubungan keduanya tidak berhenti sampai disitu saja, tetapi diteruskan dengan hubungan pernikahan. Muhammad pada usia 25 tahun menikah dengan Khadijah yang waktu itu berusia 40 tahun. Suatu hal yang istimewa dari cara Nabi berbisnis ialah bahwa yang dicari tidak laba semata, melainkan terjalinnya hubungan silaturrahim dan keridhaan Allah SWT. Bagi mereka yang tidak sanggup membayar dengan kontan, padahal kondisinya sangat membutuhkan, Nabi memberi tempo untuk melunasi. Tidak jarang terjadi, bagi yang betul-betul tidak sanggup membayar, beliau membebaskannya dari utang.

Tetapi kejujuran Nabi dalam berdagang dan bantuan beliau pada mereka yang lemah dan mereka yang terlilit utang bukannya membuat beliau rugi. Dalam kenyataannya, semua pihak senang melakukan transaksi bisnis dengan beliau. Karena itu, walaupun tanpa menggunakan cara-cara licik dan melakukan penipuan, keuntungan yang beliau raih menjadi lebih besar. Sejarah mencatat bahwa Muhammad adalah pedagang yang paling sukses dalam masyarakat Quraisy waktu itu. Bagi kita yang hidup pada masa sekarang yang bisa dipetik dari pengalaman Rasulullah adalah bahwa pedagang yang jujur itu akan sangat beuntung, bukannya malah buntung.

Wallahu a'lam bishawab

‘Umar bin Khaththab, Khalifah Penjaga Pasar

HARGA-harga komoditi pangan di Indonesia sering tak terkontrol. Suatu saat melambung tinggi, di saat lain anjlok mencapai titik terendah. Bawang merah misalnya, harganya pernah mencapai puluhan ribu per kilo, tapi saat tiba waktu panen turun drastis. Saking rendahnya harga itu, para petani di Nganjuk, Jawa Timur pernah lebih memilih membakar barangnya daripada menjualnya.
Tidak terkontrolnya harga-harga tersebut karena begitu lemahnya peran pemerintah. Saking lemahnya, adanya pemerintah itu seperti tidak ada. Sebagian orang bilang, peran pemerintah memang dibatasi. Pemerintah tidak boleh intervensi soal harga. Harga lebih diserahkan kepada mekanisme pasar. Namun bila harga-harga melangit sehingga mencekik rakyat, pemerintah mestinya punya kewenangan mengontrol harga.
Seperti pendapat sebagian besar ulama, dalam kasus tertentu -walau mereka berpendapat sebaiknya harga memang ditentukan oleh pasar- pemerintah berhak mengontrol harga, demi melindungi rakyat. Karena dalam banyak kasus, melambungkan harga-harga itu bukan semata mekanisme pasar, melainkan lantaran ulah para tengkulak.
Dalam sejarah Islam, orang yang pertama kali turut campur menentukan harga di pasar adalah ‘Umar bin Khaththab, saat beliau menjabat khalifah. Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dikenal tegas ini punya perhatian besar kepada pasar. Sebab, pasar adalah jantung ekonomi suatu masyarakat (negara). Berangkat dari kepentingan ini, sekalipun khalifah, ‘Umar merasa perlu turun sendiri ke pasar-pasar melakukan pengawasan. Bila melihat penyimpangan beliau langsung meluruskan.
Dari Sa’id bin Al-Musayyib diriwayatkan, ‘Umar bertemu Hathib bin Abi Balta’ah yang sedang menjual kismis di pasar. ‘Umar berkata, “Kamu tambah harganya atau angkat dari pasar kami.”
Riwayat lain, dari Yahya bin Abdul Rahman bin Hathib. Dia berkata, “Ayahku dan ‘Utsman bin ‘Affan adalah dua sekutu yang mengambil kurma dari Al-Aliyah ke pasar. Mereka kemudian bertemu dengan ‘Umar. “Wahai Ibnu Abi Balta’ah, tambahlah harganya, apabila tidak, maka keluarlah dari pasar kami,” kata Umar.
Riwayat di atas menunjukkan bahwa ‘Umar begitu peduli dengan harga-harga yang berkembang di pasar. Beliau melarang menurunkan harga. Harga yang terlalu murah sepintas memang menguntungkan konsumen. Namun sesungguhnya dalam jangka panjang itu bakal menghancurkan kepentingan yang lebih besar, yakni kepentingan penjual maupun kepentingan pembeli itu sendiri.
Harga yang terlalu murah, membuat para pedagang enggan berjualan karena keuntungannya terlalu sedikit. Tidak sepadan dengan jerih payah dan modal yang dikeluarkan. Bila pedagang enggan berjualan, pada akhirnya tentu bakal mempengaruhi persedian barang. Saat persedian barang sedikit, sementara di sisi lain permintaan bertambah, yang terjadi kemudian harga melambung tinggi. Nah, ini tentu tidak menguntungkan bagi masyarakat banyak.
Karena itu, di samping melarang menurunkan harga, ‘Umar memerintahkan pedagang menjual sesuai harga pasar. Ada riwayat yang menunjukkan hal tersebut. Diriwayatkan, seorang laki-laki datang membawa kismis dan menaruhnya di pasar. Lalu dia menjual tidak dengan harga pasar. Tidak jelas di riwayat ini apakah pria itu menjual di bawah harga pasar atau justru di atasnya. Yang jelas ‘Umar berkata, “Juallah dengan harga pasar atau kamu pergi dari pasar kami. Sesungguhnya kami tidak memaksamu dengan satu harga.”
Sebagian ulama menganggap apa yang dilakukan ‘Umar tersebut bertentangan dengan ketentuan Rasulullah. Abu Dawud dan At-Tirmidzi mengisahkan, suatu hari harga-harga barang naik. Sebagian umat Islam lalu mendatangi Rasulullah, minta beliau menentukan harga. Tapi Nabi tidak bersedia. Beliau hanya berdoa, “Aku berdoa agar Allah menghilangkan mahalnya harga dan meluaskan rezeki.” Rasulullah memberi alasan kenapa menolak menentukan harga, “Sesungguhnya Allah, Dialah yang menentukan harga, yang Maha Menahan, Maha Meluaskan lagi Maha Memberi rezeki. Dan aku berharap bertemu Allah dan tidak ada seorang dari kalian meminta pertanggungjawabanku atas kezaliman dalam darah dan harta.”
Ulama lain, seperti Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi berpendapat sebaliknya. Seperti ditulis dalam bukunya, Al Fiqh Al Iqtishadi Lil Amiril Mukminin Umar ibnu Al Khathab (diterjemahkan penerbit Khalifa dengan judul Fiqih Ekonomi Umar bin Khathab), menurut Jaribah apa yang dilakukan Umar tidak bertentangan dengan Hadits Nabi di atas. Jaribah punya dua alasan.
Pertama, naiknya harga pada zaman Nabi tersebut akibat fluktuasi dari persediaan dan permintaan barang. Artinya, harga naik karena persediaan barang sedikit sementara permintaan banyak. Karena itu Rasulullah enggan menetapkan harga. Memperkuat pendapatnya, Jaribah mengutip pendapatnya Ibnu Taimiyah. Syaikhul Islam ini berpendapat, membuat dalil berdasarkan Hadits yang menunjukkan keengganan Nabi menentukan harga, untuk membuktikan dilarangnya penentuan harga secara mutlak adalah kesalahan. “Ini adalah kasus khusus, bukan umum,” kata Ibnu Taimiyah.
Kedua, masih kata Jaribah, ‘Umar tidak membatasi harga tertentu, misalnya dengan nominal tertentu. ‘Umar hanya minta pedagang menjual dengan harga pasar. Di antara dalil yang menunjukkan ‘Umar benar-benar menjaga harga pasar adalah saat beliau memerintahkan Hathib untuk masuk ke rumahnya dan menjual kismisnya sebagaimana kehendaknya. Sebab, berjualan di rumah jauh dari penglihatan penjual dan pembeli, sehingga tidak mempengaruhi harga di pasar.
Sekalipun sikap ‘Umar tegas dalam menjaga harga pasar, namun beliau tidak kaku. Pada kasus tertentu pedagang boleh menjual barangnya di luar harga pasar.
Itu pernah dialami Al-Miswar bin Makhramah. Ia menjual makanan dengan harga modalnya atau tanpa keuntungan. ‘Umar heran dengan apa yang dilakukan Miswar tersebut, “Apakah kamu gila, wahai Miswar?”
Miswar menjawab, “Demi Allah, tidak wahai Amirul Mukminin. Tetapi aku melihat mendung musim gugur. Aku benci menahan apa yang bermanfaat bagi manusia.” Mendengar jawaban Miswar tersebut, ‘Umar segera menyahut, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan.”
Tetapi jika penyimpangan harga, baik turun maupun naik yang terlalu ekstrim karena ulah pedagang, misalnya monopoli, maka menurut Jaribah, negara mesti bertindak demi kemaslahatan semua orang.
Kesimpulannya, bila terjadi pergerakan harga, baik naik maupun turun, akibat fluktuasi persediaan dan permintaan barang dalam keadaan normal, maka penentuan harga dalam keadaan seperti ini tidak diperbolehkan. Penetapan harga di saat keadaan normal, dianggap sebagai kezaliman kepada rakyat yang menyebabkan penguasa harus mempertanggungjawabkan pada Hari Kiamat kelak. 

Kisah Sahabat Nabi: Shuhaib bin Sinan, Pedagang yang Selalu Untung (4-habis)


Shuhaib melanjutkan lagi perjalanan hijrahnya seorang diri tetapi berbahagia, hingga akhimya berhasil menyusul Rasulullah SAW di Quba. Waktu itu Rasulullah sedang duduk dikelilingi oleh beberapa orang sahabat, ketika dengan tidak diduga Shuhaib mengucapkan salamnya.

Rasulullah yang melihatnya berseru dengan gembira. Rasulullah pun bersabda, "Beruntung perdaganganmu, hai Abu Yahya. Beruntung perdaganganmu, hai Abu Yahya!”

Dan ketika itu juga turunlah ayat, "Dan di antara manusia ada yang sedia menebus dirinya demi mengharapkan keridhaan Allah, dan Allah Maha penyantun terhadap hamba-hambanya.” (QS. Al-Baqarah: 207).

Memang, Shuhaib telah menebus dirinya yang beriman itu dengan segala harta kekayaan, ia mengumpulkan harta kekayaan itu dengan menghabiskan masa mudanya. Seluruh usia mudanya, dan sedikit pun ia tidak merasa dirinya rugi. 

Ia amat disayangi oleh Rasulullah SAW. Di samping kesalehan dan ketakwaannya, Shuhaib adalah seorang periang dan jenaka. Pada suatu hari, Rasulullah melihat Shuhaib sedang makan kurma dan salah satu matanya bengkak.

Rasulullah bertanya kepadanya sambil tertawa, "Mengapa kamu makan kurma sedang sebelah matamu bengkak?"

 “Apa salahnya?” timpal Shuhaib. "Saya memakannya dengan mata yang sebelah lagi." 

Shuhaib juga seorang pemurah dan dermawan. Tunjangan yang diperolehnya dari Baitul Mal dibelanjakan semuanya di jalan Allah, yakni untuk membantu orang yang kemalangan dan menolong fakir miskin dalam kesengsaraan.

Hal itu dilakukannya untuk memenuhi firman Allah SWT, “Dan diberikannya makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang tawanan,” (QS. Al-Insan: 8).

Sampai-sampai kemurahannya itu mengundang peringatan dari Umar. Umar pernah berkata kepada Shuhaib, “Aku lihat kamu banyak sekali mendermakan makanan hingga melewati batas.”

Shuhaib menjawab, “Sebab, saya pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Sebaik-baik kalian ialah yang suka memberi makanan.”

Setelah diketahui kehidupan Shuhaib berlimpah ruah dengan keutamaan dan kebesaran, maka ia dipilih Umar bin Khathab untuk menjadi imam bagi kaum Muslimin dalam shalat.

Tatkala Amirul Mukminin diserang orang sewaktu melakukan shalat Subuh bersama kaum Muslimin. Maka disampaikannyalah pesan dan kata-kata akhirnya kepada para sahabat, “Hendaklah Shuhaib menjadi imam kaum Muslimin dalam shalat!”

Ketika itu, Umar telah memilih enam orang sahabat yang diberi tugas untuk mengurus pemilihan khalifah baru. Dan Khalifah kaum Musliminlah yang biasanya menjadi imam dalam shalat-shalat mereka. Maka siapakah yang akan bertindak sebagai imam dalam saat-saat vakum antara wafatnya Amirul Mukminin dan terpilihnya khalifah baru itu? Dan Umar telah memilih Shuhaib, sembari menunggu munculnya khalifah baru yang akan melaksanakan kewajiban-kewajibannya. 

Cara Berbisnis ala Rasulullah yang Membawa Berkah

Nabi Muhammad SAW adalah Pedagang yang Sangat Besar di Jamannya. Bagaimana Cara Berbisnis Penuh Berkah Seperti Bimbingan Rasulullah?
Semua tahu, siapa yang mengikuti sunnah Rasul akan makmur hidupnya dunia maupun akhirat. Nabi Muhammad SAW atau Rasulullah ini dulunya adalah pedagang yang sukses. Tidak hanya sukses di negara Arab, tetapi juga sukses berbisnis di luar negeri. Menurut sejarah, Rasulullah sukses berbisinis di 6 kota diantaranya adalah  Syam (Syuriah), Bahrain, Yordania dan Yaman. Semuanya dijalanin oleh Rasulullah dengan hasil yang sangat memuaskan, bahkan tidak merugi.
Walaupun Rasulullah adalah seorang nabi yang harus menyampaikan perintah Allah, tetapi Rasulullah tetap berdagang untuk memenuhi kebutahan sehari-harinya. Bermodalkan berbagai sumber, tim Studentpreneur berusaha menganalisa bagaimana sebenarnya cara berbisnis ala Rasulullah yang baik. Semoga bermanfaat Sobat Studentpreneur!

Jujur

Rasulullah mendapatkan gelar Al-Amin atau yang terpercaya. Dalam menjalankan bisnisnya, Rasulullah selalu mengutamakan kejujuran. Pada waktu jaman Rasulullah berdagang, Rasul mendapatkan barang dagangan dari konglomerat yang bernama Khadijah, yang kemudian menjadi istri dari Nabi Muhammad terpikat dengan kejujurannya. Nabi Muhammad tidak hanya jujur kepada rekan bisnisnya, tetapi juga kepada para pelanggannya. Rasulullah selalu menjelaskan apa adanya keunggulan dari barangnya dan juga kelemahan dari barangnya tersebut.
Bahkan, kejujuran dari Rasulullah itulah yang menjadi ciri khas atau brand dari bisnisnya tersebut. Banyak orang yang tertarik dengan bisnis Rasulullah karena kejujurannya. Jadi kalau ditanya apa yang menjadi keunggulan dari bisnis Rasulullah, adalah kejujurannya. Sebagai pembeli, kita tentu akan memilih pedagang yang sudah terkenal jujur, karena merasa aman dan tidak akan ditipu.

Sopan santun dan hormati pelanggan

Rasulullah menganggap semua pelanggannya adalah saudaranya. Seperti yang dikemukakan oleh Rasulullah, ‘Sayangilah saudaramu layaknya menyayangi dirimu sendiri’. Konsumen adalah raja, selalu perlakukan konsumen Anda dengan baik, sopan santun dan selalu hormati pelanggan.
Rasulullah juga menganggap segala keuntungan yang didapat adalah hadiah dari usaha kita. Ketika seseorang seseorang terbantukan dengan produk yang Anda jual, itulah seharusnya inti dari berbisnis ala Rasulullah. Kepuasaan konsumen adalah nomor satu.

Tepati janji

Seperti firman Allah di ayat di QS Al Maidah 1, ‘Wahai orang-orang yang beriman penuhilah janjimu’.
Rasulullah dalam berdagang selalu menjaga kepercayaan pelanggan, diantaranya adalah selalu menetapi janji. Beberapa pelanggan yang meminta barang atau memesan barang selalu ditepati janjinya oleh Rasulullah. Nabi Muhammad SAW selalu mengedepankan tanggung jawab kepada pelanggan dan integritas yang tinggi. Barang-barang yang dipesan oleh pelanggan akan disiapkan dan dikirimkan tepat waktu oleh Rasulullah.
Inilah yang juga harus Anda lakukan, ketika sudah ada perjanjian kepada partner atau pelanggan, usahakan Anda selalu menaatinya. Walaupun perjanjian tersebut tidak ada hitam diatas putih, Anda juga harus selalu menataai janji tersebut. Ingat, kepercayaan pelanggan bertahun-tahun yang hilang akan sulit didapatkan kembali.

Jangan jual produk yang buruk

Rasulullah selalu mengajarkan untuk memilah mana produk yang baik dan produk yang buruk. Bahkan Rasulullah tidak pernah menjual produk yang kualitasnya rendah atau tidak pantas dijual. Dengan begitu, Rasulullah dapat selalu menjaga mutu barang-barang yang dijualnya. Disamping itu, Rasulullah selalu mengelompokkan harga barang sesuai dengan kualitasnya. Harga barang yang kualitasnya baik akan dihargai lebih mahal dibandingkan dengan kualitas yang biasa saja.
Dalam suatu kisah, Rasulullah pernah marah kepada seorang pedagang karena menyembunyikan jagung yang basah diantara jagung yang bagus. Jagung basah tersebut seharusnya diletakkan diatas karena pelanggan harus tahu. Trik ini sangat dihindari oleh Rasulullah karena bisa menipu pembeli.

Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain

‘Janganlah seseorang diantara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual orang lain’ HR Muttafaq
Itulah yang dikatakan oleh Rasulullah kepada pengikutnya. Karena prinsip berbisnis adalah memuaskan pelanggan, bukan mematikan bisnis orang lain. Anda tidak perlu juga mengatakan bahwa bisnis si A lebih jelek dari pada bisnis Anda sendiri. Anda harus menonjolkan kualitas produk Anda, dan biarkan pelanggan yang menilai. Karena rejeki sudah ada yang mengatur bukan?

Dilarang menyimpan barang

Di dalam agama islam, menyimpan barang agar mendapatkan keuntungan dikemudian hari disebut ihtikar. Misalnya Anda mempunyai cabai, lalu Anda menyimpang cabai tersebut untuk dijual di kemudian hari karena harga cabai yang murah. Ini tidak diperbolehkan didalam islam karena menimbun. Jika memang kondisi harga seperti itu, ya Anda harus menjual dengan harga seperti itu.

Membayar upah para pekerja secara tepat waktu

‘Berikanlah upah kepada karyawan sebelum kering keringatnya’
Itulah yang diucapkan Rasulullah. Sebelum kering keringatnya adalah jangan menunda-nunda gaji atau upah karyawan. Ketika Anda menggaji karyawan setiap tanggal 25, usahakan selalu tepat waktu. Dan pembayaran upah atau gaji harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.

Bisnis tidak boleh mengganggu ibadah

Allah tidak menyukai orang yang terlalu sibuk berdagang sehingga melupakan kewajibannya, yaitu beribadah. Kebanyakan orang berdagang atau bekerja terlalu keras sehingga lupa waktu sholat dan bahkan lupa untuk membayar zakat. Usahakan Anda selalu menyempatkan waktu untuk sholat dan membayar zakat.

kisah pedagang permata yang jujur pada zaman nabi

Pedagang permata yang jujur
Pada suatu hari, seorang saudagar perhiasan di zaman Tabiin bernama Yunus bin Ubaid, menyuruh saudaranya menjaga kedainya kerana ia akan keluar solat. Ketika itu datanglah seorang badwi yang hendak membeli perhiasan di kedai itu. Maka terjadilah jual beli di antara badwi itu dan penjaga kedai yang diamanahkan tuannya tadi.
Satu barang perhiasan permata yang hendak dibeli harganya empat ratus dirham. Saudara kepada Yunus menunjukkan suatu barang yang sebetulnya harga dua ratus dirham. Barang tersebut dibeli oleh badwi tadi tanpa diminta mengurangkan harganya tadi. Ditengah jalan, dia terserempak dengan Yunus bin Ubaid. Yunus bin Ubaid lalu bertanya kepada si badwi yang membawa barang perhiasan yang dibeli dari kedainya tadi. Sememangnya dia mengenali barang tersebut adalah dari kedainya. Saudagar Yunus bertanya kepada badwi itu, "Berapakah harga barang ini kamu beli?"

Badwi itu menjawab, "Empat ratus dirham."
"Tetapi harga sebenarnya cuma dua ratus dirham sahaja. Mari ke kedai saya supaya saya dapat kembalikan wang selebihnya kepada saudara." Kata saudagar Yunus lagi.
"Biarlah, ia tidak perlu. Aku telah merasa senang dan beruntung dengan harga yang empat ratus dirham itu, sebab di kampungku harga barang ini paling murah lima ratus dirham."
Tetapi saudagar Yunus itu tidak mahu melepaskan badwi itu pergi. Didesaknya juga agar badwi tersebut balik ke kedainya dan bila tiba dikembalikan wang baki kepada badwi itu. Setelah badwi itu beredar, berkatalah saudagar Yunus kepada saudaranya, "Apakah kamu tidak merasa malu dan takut kepada Allah atas perbuatanmu menjual barang tadi dengan dua kali ganda?" Marah saudagar Yunus lagi.

"Tetapi dia sendiri yang mahu membelinya dengan harga empat ratus dirham." Saudaranya cubamempertahankan bahawa dia dipihak yang benar.
Kata saudagar Yunus lagi, "Ya, tetapi di atas belakang kita terpikul satu amanah untuk memperlakukan saudara kita seperti memperlakukan terhadap diri kita sendiri."
Jika kisah ini dapat dijadikan tauladan bagi peniaga-peniaga kita yang beriman, amatlah tepat. Kerana ini menunjukkan peribadi seorang peniaga yang jujur dan amanah di jalan mencari rezeki yang halal. Jika semuanya berjalan dengan aman dan tenteram kerana tidak ada penipuan dalam perniagaan.


Dalam hal ini Rasulullah S.A.W bersabda, "Sesungguhnya Allah itu penetap harga, yang menahan, yang melepas dan memberi rezeki dan sesungguhnya aku harap bertemu Allah di dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntut aku lantaran menzalimi di jiwa atau diharga." (Diriwayatlima imam kecuali imam Nasa'i)

Sejarah Berdagang Dari Zaman Rasulullah

Berikut adalah salah satu hadits riwayat sahih yang menggambarkan sejarah berdagang dari zaman Rasulullah :
“Abdurrahman bin Auf ketika datang di Madinah, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam mempersaudarakannya dengan Sa’ad bin Ar Rabi’ Al Anshari. Lalu Sa’ad menawarkan kepada Abdurrahmah wanita untuk dinikahi dan juga harta. Namun Abdurrahman berkata: ‘semoga Allah memberkahi keluargamu dan hartamu, tapi cukup tunjukkan kepadaku dimana letak pasar’. Lalu di sana ia mendapatkan untung berupa aqith dan minyak samin” (HR Al Bukhari 3937)

Abdurrahman bin Auf adalah salah seorang sahabat Rasul yang terkenal kaya raya dan pedagang ulung. Beliau merupakan sahabat yang masuk Islam di awal misi kenabian Rasulullah SAW. Ketika turun perintah untuk berhijrah, beliau termasuk barisan terdepan keberangkatan menuju Madinah. Sesuai dengan haidits riwayat diatas, maka jelas beliau memilih untuk berdagang daripada menerima sedekah harta dan istri dari seorang kaya di kaum Anshor Madinah. Bakat dagangnya sangat luar biasa sehingga dalam waktu singkat beliau telah menjadi seorang yang cukup kaya untuk menikah. Rasulullah memberkahinya dengan doa, “Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu.” Dan demikianlah yang terjadi, apapun yang dijualnya memberikan keuntungan. Abdurrahman bin Auf adalah salah satu sahabat yang dijanjikan surga oleh Allah SWT.
Berbicara tentang berdagang dalam Islam, beberapa ulama menyatakan bahwa berdagang merupakan 9 dari 10 pintu utama masuknya rizki. Hadits riwayat yang menguatkannya ada dalam Al-Mughni’an Hamli Asfar, Al-Hafizh Al-‘Iraqi pada hadits no. 1576 yang berbunyi , “Hendaklah kalian berdagang karena berdagang merupakan sembilan dari sepuluh pintu rezeki.”
Rasulullah  SAW. sendiri merupakan seorang pebisnis ulung demikian juga dengan istri pertamanya yaitu Siti Khadijah, RA. Sebagian besar kehidupan Muhammad SAW sebelum menjadi utusan Allah adalah berwirausaha. Keteladanan beliau dalam berdagang menjadi teladan bagi para sahabat dan umat muslim pada waktu itu. Sudah seharusnya nilai-nilai luhur dalam bisnis dan berdagang yang diterapkan Rasullulah dibawa dan diamalkan umat Islam sampai akhir zaman. Memberikan manfaat yang lebih kepada orang banyak dan mendapatkan berkah berlimpah dari Allah SWT.

Taktik Dagang Muhammad bin Abdullah (Nabi Muhammad)


Jelas kita pernah mendengar kisah Muhammad bin Abdullah (Nabi Muhammad)  yang ikut berdagang dengan Pamannya Abu Thalib bin Abdul Muthalib saat masih berusia 8 tahun.
Dikabarkan bahwa barang dagangan Muhammad selalu habis terjual, bahkan  dikatakan juga Muhammad itu sering berangkat paling akhir dan pulang paling awal diantara rombongan dagangnya. Majikannya pun Khadijah selalu mendapat untung yang besar dari Muhammad.

Selintas kita berfikir betapa hebatnya ia yang mampu menyaingi pedagang-pedagang lain yang notabene sudah berpengalaman lebih. Tapi pernahkah terfikir oleh kita seperti apa Taktik Dagang seorang Muhammad bin Abdullah???
Meskipun usianya masih kanak-kanak, tapi ia mampu untuk mengenali karakteristik para pembeli dengan baik. Setiap pembeli yang datang jelas memiliki karakteristik yang berbeda-beda, disinilah kunci Taktik Dagang Muhammad bin Abdullah.

Muhammad menggunakan jenis transaksi yang berbeda-beda bergantung pada pembeli seperti apa yang ia hadapi. Saat menghadapi pembeli yang senang menawar, maka ia jarang mematok harga, harga ditentukan sesuai dengan kesepakatan yang didapat. Saat menghadapi pembeli yang memang tidak senang menawar maka ia mematok harga yang sesuai dan cenderung terjangkau oleh pembeli.
Bahkan saat menemui banyak pelanggan yang menginginkan satu barang yang sama (dalam waktu bersamaan), Muhammad cenderung melelang barang tersebut. Dan Muhammad tidak mencari untung yang berlebihan tapi cukup.

Kemampuan Muhammad untuk mengenali karakteristik pembelinya memang tidak aneh sebetulnya, semua manusia memiliki potensi tersebut yang dikenal dengan tekhnik profiling.
Selain ini, Muhammad pun selalu berlaku jujur dalam berdagang. Dia tidak pernah menyembunyikan kekurangan/kebaikan barang yang dijualnya, semua sifat dagangannya dibeberkan pada para pembelinya. Dengan itulah Muhammad mendapat kepercayaan dari para pembeli.

10 Cara Berdagang Rasulullah

10 Cara Berdagang Rasulullah, Bagi kaum muslimin Nabi Muhammad SAW adalah tuntunan sekaligus tauladan yang bermanfaat. Tidak hanya sebagai Nabi utusan Allah untuk menyebarkan agama Islam, Beliau juga dikenal sebagai pedagang yang terkenal dan sukses. Beberapa kaidah berdagang Rasulullah seperti berikut :
  1. Menjadikan Berdagang Sebagai Ibadah
Ibadah dalam agama islam tidak hanya sebatas ritual yang berhubungan dengan keagamaan, seperti shalat, puasa, zakat, ataupun haji. Semua hal baik yang kita lakukan untuk mengharapkan ridha Allah juga merupakan Ibadah. Berlaku juga untuk Berdagang, apabila kita niatkan demi mengharapkan ridha Allah untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Menjadikan berdagang sebagai ibadah dapat dilakukan apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
  • Ikhlas dalam berdagang hanya karena Allah, sehingga kita dapat senantiasa melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Serta bersyukur atas segala nikmat yang diberikan kepada kita.
  • Sesuai Syariat Rasulullah. Artinya segala risalah yang diajarkan beliau dalam perdagangan selalu kita jadikan acuan untuk beraktifitas.
  • Bersungguh-sungguh, bekerja keras membuktikan bahwa apa yang kita kerjakan tidak hanya sebatas janji yang kita sampaikan.
Insya Allah, dengan menjadikan pekerjaan setiap hamba sebagai Ibadah akan senantiasa memberikan dampak positif bagi rohani dan kualitas pekerjaan. Diharapkan mampu menjadikan hati ikhlas sehingga tidak ada penyesalan dalam melakukan suatu pekerjaan.
  1. Memenuhi Rukun Jual Beli
Tentunya dengan mengikuti syariat agama, jual beli dapat bernilai ibadah. Beberapa syariat dalam jual beli adalah sebagai berikut :
  • Penjual harus sehat akal dan memiliki barang yang akan dijual, atau mendapatkan ijin untuk menjualnya.
  • Pembeli harus sehat akal atau apat melakukan jual beli dengan kemauan sendiri atau diijinkan untuk melakukan jual beli apabila pembeli tersebut adalah anak kecil.
  • Barang yang dijual harus merupakan barang Halal, dan barang yang bermanfaat.
  • Bahasa akad, yaitu adanya ijab (penyerahan) dan qabul (penerimaan) denga perkataan.
  • Kerelaan kedua pihak bagi penjual dan pembeli dalam bertransaksi.
Rukun jual beli adalah wajib di ikuti bagi kaum muslimin, apabila tidak dapat terpenuhi maka jual beli tersebut menjadi rusak dan tidak boleh dilakukan.
  1. Hanya dengan kesepakatan bersama
Prinsip perdagangan adalah harus adanya kesepakatan antar pihak pembeli dan penjual. Tidak ada keharusan untuk menggunakan kata-kata khusus, karena ketentuan hukumnya ada pada ada pada akad dengan tujuan dan makna, bukan dengan kata-kata dan bentuk kata itu sendiri. Jual beli bisa dilakukan dengan saling memberikan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku.
  1. Jujur dalam timbangan dan takaran
Suatu kebiasaan yang terjadi pada masyarakat jahiliyah dan masih berlaku hingga jaman sekarang, yaitu mengurangi takaran/timbangan. Sama halnya dengan mencuri, perbuatan tersebut juga dapat menimbulkan dosa serta tidak sahnya jual beli. Allah memerintahkan estiap para pedagan untuk menyempurnakan timbangan.
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan timbangan yang benar…” (Al Isra [17]:35)
Namun, melebihkan timbangkan supaya sang pembeli senang adalah perkara yang dianjurkan.
Dari Siwaid bin Qais berkata, “Aku dan makhrafah Al-Abady pernah mengimpor pakaian dari tanah Hajar, kemudian kami bawa ke Mekah. Lantas Rasulullah datang menghampiri kami sambil berjalan. Kami tawarkan beliau celana dan beliau membelinya. Dan pada waktu itu, ada seorang yang sedang menimbang, Rasulullah kemudian bersabda :
“Timbanglah, dan lebihkan”
  1. Jujur mengenai barang yang ditawarkan
“Seorang muslim tidak dihalalkan menjual suatu barang yang didalamnya terdapat cacat kepada saudaranya, melainkan ia harus menjelaskanya kepada saudara tersebut”
Sabda Rasulullah diatas menjelaskan bagaimana wajibnya seorang penjual untuk menjelaskan keadaan barang yang akan dijualnya. Banyak dijumpai saat ini bagaimana menjamurnya permasalahan dari pembelian online dikarenakan sang pembeli merasa ditipu dikarenakan barang yang diterima tidak sesuai dengan penjelasan dari sang penjual.
Atau sang penjual menampilkan buah-buahan yang berkualitas baik di tumpukan paling atas, dan mencampur buah-buahan yang jelek ditumpukan paling bawah. Dalam kasus tersebut, sang pembeli berhak melakukan pembatalan atau meneruskannya.
  1. Menghindari Sumpah Berlebihan
Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda :
“Sumpah itu melariskan barang dagangan, akan tetapi menghapus keberkahan”
Tidak sedikit para pedagang yang memberikan sumpah untuk melariskan dagangannya, bahkan hingga melakukan sumpah palsu. Dari Abu Umamah Iyyas bin Tsalabah Al-Harits, Rasulullah bersabda :
“Siapa yang menyerobot hak seorang muslim dengan melalui sumpahnya, maka Allah mewajibkannya masuk neraka dan mengharamkannya masuk surga.” Seorang bertanya, “Sekalipun hanya sedikit wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Sekalipun berupa setangkai kayu siwak”.
  1. Tidak mengajukan syarat batil
Persyaratan sifat dalam jual beli itu diperbolehkan, misalkan Seorang penjual kendaraan mensyaratkan setelah penjualan sang penjual meminta untuk menaiki kendaraanya sebagai transportasi untuk pulang ke rumah, atau sang penjual rumah mensyaratkan mendiami rumah beberapa waktu terlebih dahulu untuk menyiapkan perpindahan.
Sayangnya dalam praktek jual beli sekarang masih ada yang melakukan kekeliruan, dan mengajukan syarat yang batil. Yang menyebabkan jual belinya menjadi tidak syah.
Rasulullah menjelaskan :
“Barangsiapa yang mensyaratkan persyaratan yang tidak ada dalam kitabullah maka batil, kendati seratus persyaratannya”
Beberapa syarat yang tidak boleh dalam islam adalah :
  • Menggabungkan dua syarat dalam jual beli
  • Mensyaratkan sesuatu yang merusak inti jual beli, misalkan penjual kendaraan mensyaratkan untuk tidak menjual kendaraan tersebut kepada si A, atau tidak boleh menghadiahkan kepada si B.
  • Syarat batil yang bisa membatalkan jual beli, misalnya pembelian dengan hutang yang diwajibkan pada tanggal tertentu, namun saat pembeli tidak bisa melunasinya maka barang menjadi milik penjual lagi atau menaikkan harga melebihi perjanjian.
  1. Lemah lembut terhadap pembeli
Salah satu metode yang dicontohkan dan diajarkan Rasulullah dalam berdagang adalah memberikan pelayanan yang lemah lembut terhadap para pembeli. Tutur kata yang baik, pelayanan dengan sikap yang baik.
Selain itu, tidak hanya saat menjual. Karakter lemah lembut juga harus diterapkan saat melakukan promosi, agar calon pembeli tertarik untuk menerima barang yang kita jual.
  1. Tidak menimbun barang dagangan
Menimbun barang dagangan dengan maksud agar dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi, di saat orang-orang sedang mencari dan tidak mendapatkannya merupakan perkara yang dilarang oleh syariat.
Sebagian ulama mengkhususkan barang yang dinyatakan dapat ditimbun hanya pada barang pangan. Ada pula pendapat lain menyatakan bahwa penimbunan dalam segala bentuk barang hukumnya haram karena berbahaya dapat menjadikan harga barang tidak stabil.
Para ahli fikih berpendapat bahwa yang dimaksud dengan penimbunan yang diharamkan adalah :
  • Barang yang ditimbun adalah kelebihan dari kebutuhanya berikut tanggungan untuk persediaan satu tahun penuh, karena seseorang boleh menyimpang persediaan nafkah untuk dirinya dan keluarganya untuk persiapan selama satu tahun, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah.
  • Orang tersebut menunggu saat-saat memuncaknya harga barang agar ia dapat menjualnya dengan harga tinggi.
  • Penimbunan dilakukan pada saat dimana manusia sangat membutuhkan barang yang ditimbun..
  1. Menghindari jual beli yang dilarang
Rasulullah melarang sejumlah jual beli yang didalamnya terdapat sejumlah gharar (ketidak jelasan tentang bentuk, dan sifat suatu barang). Beberapa jenis jual beli yang dilarang beliau :
  • Jual beli yang belum diterima
Seorang muslim tidak boleh membeli suatu barang kemudian menjualnya, padahal ia belum menerima barang dagangan tersebut. Sabda Rasulullah :
“Jika engkau membeli sesuatu, engkau jangan menjualnya hingga engkau menerimanya”
  • Jual beli seorang muslim dari muslim lainnya
Seorang muslim tidak boleh jika saudaranya telah membeli sesuatu suatu barang seharga seratus ribu rupiah misalnya, kemudian ia berkata kepada penjualnya, “Mintalah kembali barang itu, dan batalkan ual belinya, karena aku akan membelinya darimu dengan harga lebih mahal”
  • Jual beli najasy
Jual beli najasy adalah menawar suatu barang dengan harga lebih tinggi, tetapi tidak bermaksud untuk membeli, agar para penawar lain tertarik membelinya.
  • Jual beli barang haram dan najis
Seorang muslim dilarang menjual barang yang haram dan najis
  • Jual beli gharar
Orang muslim tidak boleh menjual sesuatu yang didalamnya tidak ada kejelasan. Tidak boleh menjual anak hewan yang masih di perut induknya, buah-buahan yang belum masak, atau barang tanpa melihat, membalikkan atau memeriksanya jika barang tersebut ada ditempat jual beli, atau menjual barang tanpa penjelasan sifatnya, jenisnya, atau beratnya jika barang tersebut tidak ada ditempat.
  • Jual beli sesuatu yang tidak ada pada penjual
Rasulullah bersabda :
“Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu”
  • Jual beli mulamasah dan munabazah
Jual beli mulamasah adalah calon pembeli diwajibkan membeli jika telah menyentuh barang dagangannya. Sedangkan jual beli munazabah adalah system barter antara dua orang tanpa masing-masing memeriksanya terlebih dahulu.

USAHA-USAHA NABI MUHAMMAD DALAM MEMBINA EKONOMI


Mengembala

Sewaktu Nabi Muhammad masih anak-anak, beliau rajin bekerja dan lebih menyukai pekerjaan mengembala kambing, karena dengan pekerjaan itu beliau dapat bergaul langsung dengan anak-anak yang tergolong miskin yang tidak bisa menyombongkan diri seperti orang-orang Jahiliyah yang membangga-banggakan kehormatan, kekayaan dan sebagainya.

Ketika beliau mengembala kambing, Allah memberi bimbingan dan latihan jiwa kepada beliau untuk bersabar, tabah, kasih sayang dan menjaga serta menolong makhluk yang lemah. Tidaklah mengherankan kalau mengembala kambing merupakan salah satu bentuk pendidikan yang diberikan Allah kepada Para Nabi agar mereka dengan rasa kasih sayang dan cinta kasih dapat memimpin umat manusia.

Di antara para Nabi yang pernah mengembala kambing ialah Nabi Musa, Nabi Daud dan lain-lain.

Pada waktu Nabi Muhammad berusia 12 tahun Abu Thalib mengajak beliau ke negeri Syam untuk berdagang. Pada saat itu Abu Thalib sedang bersiap-siap akan pergi ke Syam, Nabi Muhammad memegang baju Abu Thalib seolah-olah ia ingin diajak. Abu Thalib merasa kasihan dan tidak tega meninggalkannya di Makkah.

Berangkatlah Abu Thalib dan Nabi Muhammad serta rombongan para pedagang lainnya, ketika para pedagang sampai di kota Bushra, suatu daerah perbatasan antara negeri Syam dan Jazirah Arab, pendeta Nasrani menghampiri rombongan tersebut lalu memperhatikan Nabi Muhammad.

Setelah mendapatkan tanda-tanda kenabian pada wajah Nabi Muhammad, seperti tercantum dalam Kitab Taurat dan Injil, pendeta Bahira menasehatkan kepada Abu Thalib agar segera kembali ke kota Makkah, demi keselamatan Nabi Muhammad dari gangguan dan pembunuhan orang Yahudi, dan agar menjaga dengan baik, karena kelak ia akan menjadi seorang Rasul. Setelah mendengar nasehat pendeta Bahira dan telah menyelesaikan urusan dan dagangannya di negeri Syam, Abu Thalib segera kembali ke kota Makkah.

Setelah terjadi peristiwa tersebut, Abu Thalib menghentikan kegiatannya untuk berdagang ke luar kota Makkah. Ia merasa cukup untuk dengan usahanya di negeri sendiri, kota Makkah. Ia tidak mau lagi berpergian jauh, ia tinggal di rumah mengasuh anak-anaknya.

Keberhasilan Dalam Usaha

Pada waktu usia Abu Thalib semakin lanjut beliau selalu memikirkan anak-anaknya terutama keponakannya Nabi Muhammad, agar mempunyai mata pencaharian yang tetap dan mempunyai sumber kehidupan yang pasti untuk bekal hidupnya serta mengurus rumah tangganya kelak.

Dalam pikiran Abu Thalib terlintas sebaiknya Nabi Muhammad itu berdagang sebagaimana yang dikerjakan bangsa Quraisy dan biasa juga dilakukan oleh nenek moyangnya.

Pada waktu itu kota Makkah ada seorang saudagar besar, terkenal kekayaannya, kebangsawanannya, kemuliaan budi pekertinya dan keluasan pandangan pikirannya namanya Khadijah binti Khuwalid. Di antara penduduk kota Makkah dan sekitarnya, baik lelaki dan perempuan tidak sedikit yang menjualkan barang dagangannya ke luar kota Makkah, seperti ke negeri Syam, ke Iraq dan lainnya.

Pada suatu hari Abu Thalib menemui Khadijah lalu menceritakan maksud dan tujuannya. Dengan singkat Khadijah pun menyetujuinya.

Setelah malam yang telah ditentukan berangkatlah Nabi Muhammad serta rombongan pedagang lainnya dari kaum Quraisy menuju negeri Syam. Dalam berdagang itu Nabi Muhammad ditemani oleh pelayan Khadijah sendiri, Maisarah namanya. Maisarah adalah seorang pelayan yang setia dan sangat dipercaya. Dalam perjalanan itu selalu mengawasi gerak-gerik dan cara berdagang Nabi Muhammad.

Di sepanjang jalan sejak dari Makkah sampai Syam sifat dan gerak-gerik serta cara berdagang Nabi lebih jauh berlaianan dibandingkan para pedagang lainnya. Cara berdagang beliau berupa harga pokok dari Khadijah beliau sebutkan dengan sebenarnya kepada para pemebeli, tentang keuntungan beliau serahkan juga kepada para pembeli. Oleh sebab itu, para saudagar negeri Syam senang sekali membeli barang dagangan beliau, karena mereka masing-masing tidak akan tertipu dalam perkara harga barang yang akan dibelinya.

Tentang keuntungan beliau, para pembeli telah memperkirakan, mereka selalu memberikan keuntungan cukup untuk menutup biaya perjalanan antara Makkah dan Syam pulang pergi.

Melihat tindakan Muhammad dalam menjual dagangannya, Maisarah sangat tercengang, tetapi ia tidak berani menegur dan menanyakannya. Dengan sebab itu maka barang dagangan Nabi Muhammad habis terjual dengan waktu yang sangat singkat serta mendapat keuntungan yang luar biasa.

Strategi Dagang Nabi Muhammad Wajib Ditiru oleh Umat Islam

 Nabi Muhammad SAW merupakan seorang Nabi dan Rasul akhir zaman, dan ia sebagai penutup Nabi-nabi. Nabi Muhammad orang yang memiliki akhlaq yang sempurna. Umat muslim dan orang-orang yang beriman harus mengikuti segala petunjuk dan risalah yang dibawa oleh Muhammad.
Nabi Muhammad SAW meskipun telah dijamin masuk surga oleh Allah SWT, namun ia tetap merasa dirinya harus patuh dan tunduk serta menjalankan segala perintah Allah. Selain sebagai Nabi dan Rasul yang membawa ajaran dan kitab akhir zaman yaitu Al- Quran, Rasulullah tetap merasa dirinya sama dengan manusia-manusia lain yang harus memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Sejak kecil Nabi Muhammad telah ikut Pamannya berdagang. Paman Rasul yang bernama Abdul Muthalib adalah orang yang merawat Muhammad sejak berusia delapan tahun. Meskipun Abdul Muthalib merupakan seorang yang disegani oleh masyarakat Quraisy dan hidup dalam kecukupan, Nabi Muhammad tetap membantu meringankan beban pamannya, dengan ikut berdagang. Nabi pun telah ikut dengan para khafilah dagang Arab untuk berdagang hingga ke luar negeri seperti negara Syam (Syria sekarang) sejak usianya telah memasuki usia 12 tahun.
Setelah usianya memasuki 15 tahun, Nabi Muhammad memutuskan untuk berdagang sendiri seperti berdagang pakaian. Dalam berdagang rasulullah telah dikenal sebagai pedagang yang jujur, amanah, sopan santun, menghormati pelanggan, tepat janji, dan tidak pernah menjual barang dagangan yang  tidak layak jual.
Semua transaksi yang dilakukan oleh Nabi dengan para pelanggannya selalu atas dasar sukarela, dengan ijab dan kabul. Kejujurannya tersebut  dan integritasnya sehingga ia pun diberi gelar Al Amin, yaitu orang yang dapat dipercaya.
Dalam buku Muhammad A Trader, penulis Afzalur Rahman mengatakan bahwa, menginjak usia 17 tahun Rasulullah telah memimpin khalifah dagang hingga ke luar negeri. Reputasi dan integritasnya sangat cemerlang. Dia dikenal di Syam, Yaman, Yordania, Irak, dan pusat-pusat perdagangan lain. Tercatat 17 negara telah ia kunjungi untuk berdagang. Reputasi Nabi Muhammad sebagai pedagang yang jujur dan amanah telah ia sematkan sejak usia belia.
Kejujuran Muhammad dalam berdagang menarik perhatian seorang pedagang kaya raya yang juga janda bernama Siti Khadijah. Khadijah telah meminta Muhammad untuk memutarkan modal yang dimilikinya. Kepercayaan yang diberikan Khadijah tidak di sia-siakan oleh Nabi. Terbukti Rasulullah berhasil dalam melipat gandakan kekayaan Khadijah.
Satu hal yang istimewa dari cara Rasulullah berbisnis ialah tidak mencari laba semata, melainkan terjalinnya hubungan silahtuhrahmi dan keridhaan dari Allah. Bahkan ia sangat sering memberikan barang dagangannya kepada orang-orang yang memang benar-benar tidak sanggup untuk membayar.
Seringnya Nabi Muhammad memberikan utang kepada orang-orang yang lemah dan tak sanggup membayar tidak membuatnya rugi dalam berdagang. Semua pihak sangat senang melakukan transaksi bisnis dengan Muhammad. Walaupun tanpa menggunakan cara-cara licik dan melakukan penipuan, keuntungan yang Rasulullah raih selalu besar. sejarah mencatat bahwa Muhammad adalah pedagang paling sukses dalam masyarakat Qurasy pada zamannya.

Strategi Bisnis Rasulullah

Kesuksesan Nabi Muhammad SAW dalam berdagang tidak pernah meninggalkan nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan amanah. Strategi tersebut sebagai refleksi dari empat sifat utama Rasul yakni Siddiq, Amanah, tabligh, dan Fathonah.
Rasulullah SAW berbisnis tanpa memiliki modal dan tanpa memiliki koneksi. Dalam kondisi tersebut Nabi Muhammad SAW memulai bisnis dengan menjualkan barang-barang milik orang lain.
Dalam menjalankan bisnisnya Nabi Muhammad tidak pernah menjelekkan bisnis orang lain. Hal inilah yang dikatakan oleh Rasulullah kepada para pengikutnya. Nabi Muhammad memegang prinsip bisnis dengan memuaskan pelanggan, bukan mematikan bisnis orang lain. Rasulullah juga selalu membayarkan gaji kepada pekerjanya secara tepat waktu. Bahkan Rasulullah berkata “Berikanlah upah kepada karyawan sebelum kering keringatnya.’
Selain itu Nabi mengajarkan kepada seluruh umat agar berdagang jangan sampai menganggu ibadah. Karena Allah sangat tidak menyukai orang yang sibuk berdagang atau berbisnis sehingga melupakan kewajibannya untuk beribadah.
Kesuksesan Nabi Muhammad dalam berdagang ditunjukkannya ketika ia ingin menikah dan telah mengumpulkan cukup banyak harta. Kekayaan Muhammad dapat diukur dari kemampuan memberikan mas kawin kepada Khadijah seperti yang dikisahkan sebanyak 125 ekor unta terbaik.
Meskipun Muhammad telah menikah dengan saudagar kaya Siti Khadijah, yang telah memberikannya modal dan menggapai kesuksesan sebagai pengusaha yang kaya raya di wilayah semenanjung Arabia. Muhammad bukanlah tipe manusia manja yang menumpang hidup di atas kekayaan sang istri.
Setelah menikah dengan Khadijah, Muhammad semakin gigih untuk berdagang. Kesungguhannya terlihat dari banyaknya memiliki mitra usaha di seluruh jazirah Arab. Di samping memiliki pengusaha asuhan yang semakin berkembang pesat.
Sebelum menapak karier sebagai seorang pemimpin dan pendakwah, Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang kaya raya dengan usaha perdagangan yang dijalankan secara serius. Ketika beliau menjadi pemimpin dakwah dan pergerakan Islam, beliau tidak sidikitpun mengambil manfaat material dari perjuangannya karena beliau sudah kaya raya.

Belajar dari Kehidupan Finansial Rasulullah


 
Ada yang bilang bahwa Nabi SAW itu miskin, tapi ada yang bilang ia kaya. Manakah yang benar? Rasulullah SAW pernah mengalami masa kaya raya, biasa-biasa saja, sampai masa sulit sekalipun. Sehingga kita selalu bisa mengambil contoh. Yang dicontoh bukan kaya atau miskinnya, tapi kita teladani sikapnya ketika berkelimpahan, maupun saat kekurangan. Saat miskin, ia tetap sabar dan menjaga kehormatan, tak pernah meminta-minta. Bahkan perutnya pernah diganjal batu agar tetap tegak dengan perut kosong. Saat kaya raya, Rasulullah sedekah luar biasa sampai ada yang bilang “Ia memberi seperti orang yang tidak takut miskin”. Dalam kondisi biasa, ia hidup bersahaja walau sebagai kepala negara. Tidurnya pun di atas pelepah kurma yang berbekas di punggungnya.
Darimana Nabi mendapatkan penghasilannya? Dan dikemanakan saja hartanya?
Di usia 12 tahun, Nabi SAW sudah mulai berdagang dengan magang pada pamannya yang memeliharanya sejak orang tua dan kakeknya tiada. Di usia 9 tahun pun ia sudah mulai menggembalakan kambing orang lain. Ia termasuk yang dipercaya oleh penduduk Mekkah kala itu. Di usia 17 tahun, beliau memutuskan untuk memulai bisnis sendiri karena pamannya mempunyai banyak anak dan kebutuhan. Jadi ia berdagang sendiri sejak itu.




Bagaimana kehidupan finansialnya setelah itu?
Rasulullah sudah menggembala kambing dan berdagang sejak muda, serta mandiri di usia 17 tahun. Karena interaksinya sebagai pengusaha yang jujur dan tidak pernah bohong, ia dijuluki al-Amin oleh penduduk Mekkah. Ini sangat membantu dakwah beliau.
Usahanya yg membuahkan hasil besar dan akhlaknya yang mulia, menjadi modal awal “merger” secara bisnis dan pribadi dengan Khadijah, sebagai pemodalnya. Bisnisnya menguatkan dakwahnya, bukannya dakwah buat kepentingan bisnis. Bisnisnya menguatkan perjodohannya, bukannya berjodoh demi bisnis.
Di usia 12, Rasulullah jadi employee, bekerja pada pamannya. Usia 17thn menjadi self-employed menjadi manager bisnis dari pemodal. Di usia 25 tahun, beliau menjadi businessman. Berbisnis sampai usia 37 tahun. Usia 37 tahun, Nabi mulai mengurangi kegiatan bisnis dan banyak memikirkan masalah sosial kemasyarakatan serta menyendiri ke gua Hira. Sampai kemudian di usia 40 tahun beliau meneriwa wahyu pertama dan mendapatkan perintah untuk menyampaikan wahyu Ilahi. Pada usia 40 tahun ini, beliau diangkat menjadi Rasul. Beliau memulai dakwahnya secara tertutup. Setelah dakwah terbuka, pengikutnya bertambah, tapi yang menentang juga banyak. Sampai kemudian mendapatkan perintah untuk berhijrah. Hijrah dilakukan secara bertahap dan sembunyi-sembunyi, meninggalkan kehidupan dan harta di Mekkah demi menjalankan perintah-Nya.
Setelah hijrah, para muhajirin harus memulai kehidupan finansialnya dari NOL kembali karena tak banyak harta yang dibawa. Langkah pertama yang dilakukan Nabi adalah mempersaudarakan muhajirin (pendatang) dan anshar (lokal) agar terbantu secara finansial. Setelah bangun masjid, pasar pun dibangun di Madinah. Ini menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi juga harus diperhatikan. Sebelum pasar dibuka, para sahabat bukan sibuk promosi dan launching. Tapi sibuk bertaubat, karena taubat adalah salah satu pintu rezeki. Meskipun start dari NOL setelah hijrah, banyak sahabat yang kaya dari berdagang dan juga perkebunan (properti). Incomenya sebagai kepala negara adalah dari hasil perang, zakat, pajak, dll yang sangat besar. Meskipun begitu, beliau memiilih untuk tetap hidup sederhana. Beliau shalat dengan khusyu’ walau setumpuk rampasan perang dikumpulkan di belakangnya. Setelah shalat, beliau berbalik sambil tetap duduk, membagikan semua harta tersebut dan tidak bangun berdiri sebelum semua hartanya habis. Sampai-sampai ada kepala suku yang berkata “Ia memberi seperti tak takut miskin” sambil mengajak sukunya tuk masuk Islam.
Di periode Madinah ini banyak aturan muamalat yang turun, yaitu larangan riba dan pola bisnis yang haram. Bahkan Rasulullah mengecek langsung di pasar. Nabi cek sendiri di pasar. Jangan mencampur barang kualitas baik dengan yang buruk. Penghapusan riba hutang, dll.
Sebelum wafat, beliau menghibahkan harta untuk keluarga dan sedekah untuk dhuafa. Tidak meninggalkan harta waris. Harta bukan tujuan hidupnya, ia menolak sogokan emas dari Quraisy. Meskipun begitu, kekuatan finansial tetap harus dimiliki agar bisa hidup mandiri.

Rahmat Mulyadi

Perniagaan Yang Baik Akan Mendapatkan Keuntungan Dunia Akhirat

Rasulullah merupakan contoh tauladan bagi kita sebagai umat islam. Semua ucapan, sikap dan perbuatan Rasul mengajarkan kita tentang ...