Kamis, 13 April 2017

Etika Berbisnis menurut Syariah


Sejumlah dalil baik dari Al-Quran dan hadits dapat dijadikan petunjuk tentang etika berbisnis yang sesuai dengan spirit syariah Islam. Beberapa diantaranya:
  • Wajib jujur. QS Al Isra’ 17:35 Allah: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
  • Haram memakan hak orang lain. QS Al-Tauba: 34: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.”
  • Haramnya penipuan. QS An-Nahl :92 “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.”
  • Anjuran untuk mencatat segala transaksi bisnis dan perlunya saksi. Qs Al-Baqarah 2:282 “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.”
Hadits-hadits tentang Keutamaan Kerja Keras dan Perniagaan
Terdapat sejumlah hadits Nabi yang terkait dengan perniagaan. Beberapa di antaranya sebagai berikut:
  • Hadits riwayat Bukhari dalam Sahih Bukhari: “Tidaklah seseorang mengkonsumsi makanan yang lebih baik dari makanan yang dihasilkan dari jerih payah tangannya sendiri. Dan sesungguhnya nabi Daud ‘alaihissalam dahulu senantiasa makan dari jerih payahnya sendiri.”
  • Hadits riwayat Ibnu Majah dalam As-Sunan: “Tidaklah seseorang memperoleh suatu penghasilan yang lebih baik dari jerih payah tangannya sendiri. Dan tidaklah seseorang menafkahi dirinya, istrinya, anaknya dan pembantunya melainkan ia dihitung sebagai shodaqoh.”
  • Hadits riwayat Tirmidzi dalam As-Sunan: “Pedagang yang senantiasa jujur lagi amanah akan bersama para nabi, orang-orang yang selalu jujur dan orang-orang yang mati syahid.”
  • Hadits riwayat Baihaqi dalam Syuabul Iman: “Sesungguhnya sebaik-baik penghasilan ialah penghasilan para pedagang yang mana apabila berbicara tidak bohong, apabila diberi amanah tidak khianat, apabila berjanji tidak mengingkarinya, apabila membeli tidak mencela, apabila menjual tidak berlebihan (dalam menaikkan harga), apabila berhutang tidak menunda-nunda pelunasan dan apabila menagih hutang tidak memperberat orang yang sedang kesulitan.”
  • Hadits riwayat Ahmad dalam Al Musnad: “Ada seseorang bertanya, “Penghasilan apakah yang paling baik, Wahai Rasulullah?” Beliau jawab: Penghasilan seseorang dari jerih payah tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (baik).”
Masa Nabi dalam Berwirausaha
Seperti disinggung di muka, Nabi mulai berdagang secara mandiri sejak usia 17 tahun sampai 37 tahun. Dan etos kerja keras beliau tidak berhenti saat Nabi menikah dengan Khadijah pada usia 25. Walaupun istri Nabi dikenal sebagai pengusaha sukses yang kaya raya. Setelah menikah dengan Khadijah, Nabi tetap melanjutkan jiwa kewirausahaannya dengan menjadi manajer sekaligus mitra dalam usaha istrinya.[5]
Walaupun tidak ada catatan konkret tentang jenis usaha apa saja yang digeluti oleh Nabi selama periode tersebut, namun menurut Afzalur Rahman, banyak indikasi tentang adanya hubungan dagang beliau dengan sejumlah pihak. Hal ini menunjukkan bahwa beliau memang serius dalam menekuni bisnis dan menganjurkan umatnya untuk juga mengikuti langkah beliau untuk menjadi individu yang rajin bekerja dan berusaha seperti dapat dengan jelas tersurat dalam sejumlah hadits yang sudah dikutip di atas. Dari sini dapatlah diambil kesimpulan bahwa Islam tidak melarang pemeluknya untuk kaya. Sebalinya, malah menganjurkan semua muslim untuk kaya baik sebagai pengusaha atau petani atau usaha yang lain. Yang terpenting, usaha yang dilakukan dan jenis usaha yang dipilih tetap berpijak pada nilai-nilai luhur syariah Islam. Dan yang tidak kalah penting adalah tetap menjaga pola hidup sederhana saat seorang muslim menjadi seorang pengusaha sukses yang kaya raya. []tika Berbisnis menurut Syariah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rahmat Mulyadi

Perniagaan Yang Baik Akan Mendapatkan Keuntungan Dunia Akhirat

Rasulullah merupakan contoh tauladan bagi kita sebagai umat islam. Semua ucapan, sikap dan perbuatan Rasul mengajarkan kita tentang ...